Narasi24.id – Anggaran pendidikan di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengungkapkan penurunan anggaran di kementeriannya. Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pada 30 Agustus, Nadiem menyatakan bahwa anggaran Kemendikbud Ristek untuk tahun 2025 dipatok pada Rp83,19 triliun, turun Rp14,51 triliun dari tahun 2024.
Meskipun total anggaran pendidikan meningkat dari Rp665 triliun menjadi Rp722 triliun, hanya 12 persen dari jumlah tersebut yang dialokasikan untuk Kemendikbud Ristek. Nadiem memperingatkan bahwa penurunan ini akan memengaruhi berbagai program penting, termasuk Program Indonesia Pintar (PIP) dan tunjangan guru.
Pengamat pendidikan Darmaningtyas menilai pengurangan anggaran ini sebagai kemunduran, yang dapat menurunkan kualitas pendidikan. Ia mengkhawatirkan kurangnya rekrutmen guru dan subsidi untuk perguruan tinggi negeri, yang bisa menyebabkan kenaikan biaya pendidikan bagi masyarakat.
Lebih jauh, Darmaningtyas mengusulkan agar anggaran pendidikan dikelola oleh satu kementerian saja untuk meningkatkan kualitas. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan agar acuan belanja wajib untuk anggaran pendidikan diambil dari pendapatan negara, yang menuai kritik dari Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji. Ubaid menilai usulan ini dapat memperburuk kualitas pendidikan dan menciptakan kesenjangan layanan.
Dengan defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp616,18 triliun, Ubaid mengingatkan bahwa merujuk pada pendapatan negara akan berisiko menurunkan alokasi anggaran pendidikan. Ia mengkhawatirkan bahwa penurunan anggaran dapat menghambat cita-cita Indonesia untuk mencapai status negara maju pada tahun 2045.
“Jika anggaran pendidikan terus dikurangi, maka impian Indonesia Emas 2045 akan sulit tercapai, dan yang terjadi justru akan menjadi Indonesia cemas dan lemas,” tegasnya.