NARASI24.ID – Industri fast fashion adalah model bisnis yang menghasilkan produk fashion dengan cepat dan murah untuk mengikuti trend fashion terkini. Permintaan . trend global untuk fashion dan pakaian telah meningkat pesat sehingga industri fashion sekarang menyumbang 10 % emisi karbon dunia.
Riset yang dilakukan oleh YouGov mencatat bahwa 25% penduduk dewasa Indonesia membuang lebih dari 10 pakaian dalam setahun dan 66% membuang setidaknya satu potong pakaian per tahun. Belum lagi 41% konsumen terbesar produk fast fashion di Indonesia adalah kaum milenial. Tak heran jika pada tahun 2018, Zero Waste Indonesia menemukan bahwa sampah tekstil di lautan Indonesia lebih banyak dari sampah plastik, yakni 80% dari total sampah yang dibuang. Limbah tekstil di Indonesia tentunya tidak hanya berasal dari konsumen, tetapi juga produsen. Sebagai salah satu industri terbesar di tanah air, fashion merupakan penyumbang emisi gas dan polusi air terbesar kedua setelah industri minyak dalam produksinya.
Pada tahun 2021, sempat viral air sungai perkotaan di Solo yang sering berwarna-warni akibat limbah industri tekstil yang dibuang begitu saja tanpa diolah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Solo menemukan, limbah tersebut berasal dari sejumlah besar industri mikro, kecil, dan menengah. Padahal, air sungai merupakan sumber kehidupan biota sungai, dan terganggu akibat pencemaran limbah tekstil. Selain itu, air sungai juga dimanfaatkan oleh PDAM setempat untuk menyediakan air bersih di Kota Solo. Tingginya kadar kontaminan pada air sungai menyebabkan beban tambahan pada pengolahan air PDAM yang berdampak pada biaya proses dan jika tidak diantisipasi dapat menurunkan kualitas air yang dihasilkan, serta berdampak negatif bagi kesehatan konsumen.
Fast Fashion juga berdampak pada percepatan penggundulan hutan. Hal ini karena hutan alam yang kaya akan keanekaragaman hayati ditebang agar dapat ditanami pohon penghasil kain dan serat. Hilangnya spesies tertentu akibat penanaman hutan produksi mengakibatkan gangguan keseimbangan ekosistem. Selain menggangu keanekagaman hayati, deforestasi hutan juga akan berdampak pada siklus air dan kesehatan manusia dalam waktu tertentu.
Menurut laporan dari Ellen MacArthur Foundation, setiap tahun industri tekstil menghasilkan sekitar 92 juta ton limbah tekstil, dengan hanya sekitar 1% dari bahan ini yang didaur ulang. Sisanya berakhir di TPA atau dibakar, yang juga berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah pakaian yang dibuang kemudian berakhir di TPA, didominasi oleh sampah non-biodegradable, yang sulit diurai.
Maraknya fast fashion saat ini memiliki banyak dampak negatif terhadap ekologi dan kesehatan manusia. Namun secara ekonomi, tentu ini adalah ajang yang positif untuk menghasilkan uang. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri tekstil dan fashion banyak menyerap lapangan kerja dan melibatkan banyak sektor, tidak hanya sektor industri manufaktur besar tetapi juga UMKM, sektor transportasi hingga sektor perdagangan. Sehingga merupakan angin segar untuk meningkatkan perekonomian bangsa.
Upaya Mengendalikan Dampak Fast Fashion Saat ini berbagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan sudah mulai bermunculan , salah satunya dengan mendesain pakaian yang terbuat dari bahan atau bahan yang ramah lingkungan (mode berkelanjutan). Konsumen dapat memilih untuk membeli produk fashion yang ramah lingkungan, seperti produk berbahan organik atau bahan daur ulang. Selain itu, konsumen juga dapat memilih untuk mendaur ulang pakaian lama mereka daripada membuangnya.
Salah satu brand fashion di Indonesia yang mulai menerapkan fashion berkelanjutan adalah merk BIASA. Busana tersebut diproduksi oleh merek fesyen yang didirikan oleh Susanna Perini memiliki kualitas bagus yang tidak mudah ditandingi. Selain itu, bahan yang digunakan ramah lingkungan, jumlahnya terbatas dan buatan tangan sehingga pekerja tidak mengeksploitasinya. Koleksi yang dihasilkan bersinggungan setiap musim. utilitarian dengan desain , artisanal. Sehingga koleksi ini dapat digunakan oleh berbagai kalangan usia dengan berbagai aktivitas.
Pentingnya Kesadaran Konsumen Dalam Mengatasi Masalah Limbah Tekstil Dari
Industri Fast Fashion
Rendahnya kesadaran masyarakat akan dampak lingkungan dari limbah tekstil menjadi masalah serius. Salah satu komponen yang dapat mengurangi limbah tekstil adalah konsumen. Konsumen memiliki peran penting dalam mengatasi masalah limbah tekstil dari industri fast fashion. Kesadaran konsumen akan dampak yang ditimbulkan oleh industri fast fashion dapat menjadi awal dari gerakan pengurangan produksi limbah tekstil. Konsumen
fast fashion terbesar adalah kaum milenial. Setiap perubahan gaya pakaian yang relatif cepat mendorong konsumen untuk mengkonsumsi lalu membuang pakaian yang tidak diinginkan. Waktu pemakaian standar konsumen telah dikurangi dari hitungan bulan ke minggu. Milenial yang belum bisa mengonsumsi pakaian bermerek high-end, akhirnya beralih ke merek yang lebih rendah dan masuk ke dunia .fast fashion.
Dikutip dalam jurnal yang diterbitkan dalam Jurnal Seni Rupa dan Desain Dimensi DKV, Volume 8, Nomor 1, April 2023, hlm 113-128 berjudul “Dampak Lingkungan Fast Fashion: Meningkatkan Kesadaran di Kalangan Milenial Melalui Media
Sosial” yang ditulis oleh Basiroen dkk menyatakan kesadaran konsumen khususnya generasi milenial di mengatasi dampak fast fashion terhadap lingkungan dapat dilakukan melalui media online melalui infografis, poster, dan media sosial seperti youtube. Penggunaan media sosial untuk menyebarkan konten lebih efektif bagi generasi muda. Generasi muda sangat mudah untuk mengikuti tren ini, sehingga mereka berperan sangat penting dalam mengatasi masalah ini dengan memahami pola mereka dalam mengelola pakaian bekas.
Upaya persuasif untuk merangsang generasi muda untuk bertanggungjawab atas perilakunya dan mengambil pilihan yang lebih baik. Ini menjadi harapan agar menginspirasi perubahan positif dalam industri fashion, sehingga memberikan kontribusi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, generasi milenial juga memiliki pengaruh yang besar terhadap industri fashion. Mereka menjadi target pasar yang penting bagi produsen fashion dan berperan penting dalam menentukan trend fashion . Dengan kesadaran yang tinggi terhadap isu lingkungan, generasi milenial dapat mempengaruhi produsen fashion untuk memperkenalkan model bisnis yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab dalam produksi pakaian.
Kebijakan Mengenai Pengelolaan Limbah
Tekstil Secara Global dan Wajib
Beberapa negara telah mengeluarkan peraturan dan kebijakan mengenai limbah tekstil sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah tersebut lingkungan yang dihasilkan oleh industri mode. Sejumlah contoh peraturan dan kebijakan yang telah diterapkan antara lain Uni Eropa telah mengeluarkan
“EU Textile Strategy” pada tahun 2021, yang bertujuan untuk menciptakan sistem tekstil yang lebih berkelanjutan di dalam UNI Eropa.
(Gambar diambil dari Google)
Strategi ini termasuk upaya untuk mengurangi limbah tekstil dan meningkatkan daur ulang tekstil di Uni Eropa, serta menetapkan persyaratan keberlanjutan bagi produsen tekstil dan pakaian. Selain itu, AS juga telah mengeluarkan “Circular Economy Package” di tahun 2019, yang memuat berbagai regulasi untuk mengurangi limbah dan meningkatkan daur ulang di berbagai sektor industri, termasuk industri fashion. Kebijakan ini mencakup persyaratan bagi produsen fesyen untuk menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya.
Di Indonesia, beberapa regulasi mengatur masalah limbah tekstil, diantaranya Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), termasuk juga limbah industri tekstil. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.68/ Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2019 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Limbah Industri. Pedoman ini memberikan pedoman dan peraturan tentang pengelolaan limbah industri, termasuk pengelolaan limbah dari industri fesyen . Selain itu dalam PermenLHK No.P.16/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/4/2019 juga diatur membatasi maksimum kandungan zat pencemar dalam air limbah dan industri wajib mengukur dan memantau kualitas air limbah secara berkala. Peraturan Menteri
Perindustrian RI No. 40 Tahun 2022 tentang standar industri hijau juga menyebutkan bahwa industri wajib melakukan audit dan sertifikasi standar industri hijau setiap dua tahun sekali oleh lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah.
Segala kebijakan dan upaya dilakukan untuk mengantisipasi dampak dari industri fast fashion baik secara global maupun lokal, perlu dilakukan secara sinergis. Industri fashion sebagai aset perekonomian bangsa tidak bisa dihentikan begitu saja, karena akan mempengaruhi pendapatan masyarakat dan hajat hidup orang banyak. Upaya pengendalian dengan fesyen yang berkelanjutan dan pengelolaan limbah tekstil yang bijak merupakan jalan tengah bagi keberlangsungan industri fesyen. Selain itu, peran pemerintah untuk mengawasi kegiatan industri dan pengelolaan limbah harus diperketat dan tegas. Tidak boleh ada lagi toleransi bagi pengusaha yang nakal dalam mengelola limbah industrinya yang dapat merugikan kelestarian ekologi dan kesehatan masyarakat. Secara keseluruhan, permasalahan limbah tekstil dari industri fast fashion merupakan permasalahan yang kompleks, namun dengan tindakan yang tepat dari semua pihak dapat diatasi dan dihindari.