Gamolan Lampung, Salah Satu dari Tujuh Alat Musik Lokananta, Sudah 13 Tahun Belum Terbit Pergub Lampung

Bandar Lampung, (Narasi.id) – Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam, termasuk alat musik tradisional dan tarian, khususnya di Lampung. Keanekaragaman budaya ini mencerminkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Awak media mewawancarai Dr. (Cand) Hasyimkan, S.Sn., MA., Dosen Musik FKIP Universitas Lampung, pada Sabtu (07/09/2024). Dr. Hasyimkan menyampaikan pandangannya tentang Gamolan, alat musik tradisional Lampung yang telah ia teliti selama 16 tahun. Ia menyelesaikan S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dr. Hasyimkan menjelaskan bahwa dalam buku *Musical Instruments of Indonesia* karya Prof. Margaret J. Kartomi (1985, halaman 31-32), Gamolan disebut memiliki kemiripan dengan instrumen yang terdapat di Candi Borobudur, dengan pemukul yang terbuat dari buah pinang. Ia juga menambahkan bahwa Gamolan ini merujuk pada buku *Radin Jambat* (halaman 78), yang menjelaskan asal-usul kata “pacak begamol sayan,” yang berarti “dapat berbunyi sendiri.”

Masyarakat menyebut Bugamol Sayan ini sebagai bagian dari konsep Bunyi Lokananta yang kemudian berkembang menjadi Musik Lokananta. Musik Lokananta berasal dari suara alamiah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai tanda kasih sayang-Nya kepada makhluk di bumi.

Masyarakat Lampung menggunakan Musik Lokananta, yang diyakini diilhami oleh Allah SWT melalui malaikat-Nya, sebagai tanda peringatan dimulainya suatu peradaban, pengumuman penting, dan untuk tujuan estetika atau hiburan.

Masyarakat Lampung pertama kali menemukan Gamolan di wilayah Gunung Batu atau Gunung Rarat Pagar Gunung, Lahat, Sumatera Selatan, dalam bentuk kendang batu, gong batu, dan canang batu. Kemudian, masyarakat Lampung mengembangkan gamolan yang terbuat dari bambu hingga ke wilayah Lampung, tepatnya di Gunung Pesagi, Lampung Barat.

Dr. Hasyimkan menyebutkan bahwa gamolan yang ia miliki dibuat pada tahun 1933. Tokoh masyarakat Pekon Sukabumi, Lampung Barat, memberikannya sebagai hibah dengan pesan agar gamolan ini dilestarikan dan dikembangkan. Gamolan Lampung yang dimaksud terbuat dari bahan bambu, berbeda dengan gamelan yang memiliki setidaknya 15 jenis alat musik.

Masyarakat Jawa mengembangkan gamelan dari gamolan, yang kemudian diakui oleh UNESCO pada 15 Desember 2021. Pengakuan tersebut menyebut Gamolan Lampung sebagai salah satu dari 13 daerah yang berkontribusi dalam membentuk gamelan Indonesia.

Pada tahun 1981, Prof. Margaret Kartomi bersama suaminya, yang ia sebut sebagai Mas Kartomi, melakukan perjalanan dari Aceh mengelilingi Bukit Barisan hingga Krui Pesisir Barat. Di Lampung Barat, ia menemukan gamolan di Gunung Pesagi. Menurut Prof. Margaret, instrumen ini aman dari pengaruh peradaban asing karena ditemukan di pedalaman yang terpencil.

Prof. Margaret membawa gamolan tersebut ke Melbourne dan memasukkannya dalam buku yang kemudian ia hibahkan ke berbagai museum di Australia dan dunia.

Meskipun sudah ada Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2008 yang diinisiasi oleh MPAL Provinsi Lampung untuk melindungi dan mengembangkan budaya dan seni, Pemerintah Provinsi Lampung belum menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) khusus untuk Gamolan Lampung. Pemerintah dan berbagai pihak diharapkan bisa berkolaborasi untuk menerbitkan Pergub tersebut agar Gamolan tetap lestari.

Universitas Lampung (Unila) telah mencetak calon guru gamolan. Tahun ini, 46 mahasiswa dari Prodi Pendidikan Musik FKIP Unila dan 280 mahasiswa Prodi PGSD telah belajar memainkan gamolan. Setiap tahun, sekitar 400 guru dilatih, dan ribuan guru telah tercetak. Selain itu, Dr. Hasyimkan juga menciptakan lagu-lagu seperti “Gamolan Sakti” dan “Gamolan Pancasila” untuk mendukung pelestarian 4 pilar negara RI dalam kurikulum Merdeka Belajar.

Masyarakat Lampung menggunakan gamolan untuk berbagai fungsi, seperti bermain solo, mengiringi syair warahan, mengiringi tari, hingga menggabungkannya dalam orkestra. Unila Orchestra telah menampilkan gamolan di Kampus Unila, Taman Budaya Lampung, dan berbagai acara lainnya.

Berbagai sekolah di Lampung, seperti SDN 1 Jati Mulyo Lampung Selatan dan MIN I Bandar Lampung, serta para guru di tingkat SMP, SMA, dan MA, telah mengikuti pelatihan gamolan. Masyarakat berharap pengembangan gamolan bisa mendukung perekonomian lokal, dari petani bambu hingga pengrajin gamolan dan para pengajarnya.

Pada tahun 2025, masyarakat berencana mencetak rekor MURI dengan memainkan 1.000 hingga 5.000 gamolan secara serentak. Mereka berharap rencana ini bisa terwujud. (Novis)

(Visited 316 times, 1 visits today)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *